Rabu, 15 Mei 2013

Delusional Convers : Arah Pukul 3

0 commentfootprint
"Sendiri?"

"Iya,,"

"Skripsi?"

"Bukan, tugas kuliah.."

"Akuntansi ya?"

"Iya.."

beberapa jam setelah berkutat tanpa suara...

"mau permen?"

"nggak, makasi" sambil tersenyum menolak halus.

"namamu siapa?"

"seseorang.."

Orang itu mengernyitkan dahi.

"diamlah, aku tak ingin diganggu, apalagi sekedar kenalan basa-basi", dalam hatiku.

"oh, mungkin kamu sedang sibuk, tapi ketahuilah menambah teman tak masalah bukan?"

Aku tersenyum.

"aku hanya sedang berduka, hatiku sedang tak ingin ada ruang untuk orang baru, sekedar kenalan pun.", lagi-lagi dalam hati.

"Senyummu manis, diam membuatnya mendung, apalagi bersedih. Seperti hujan saja. Tersenyumlah." Dia berlalu.

Kamis, 09 Mei 2013

Happy Gloomy!

0 commentfootprint
Baru kali ini pengen ngrasain kecelakaan. Iya, kecelakaan cantik kayak yang di sinetron. Tidak sampai berdarah-darah tapi bisa bikin amnesia. Iya, rasanya malam ini saya berasa tak tahu diri sekali. Sedikit menghujat pada malam, kenapa saya bisa begini sok tegar padahal rapuh. Pengen istirahat dari pikiran kacau dengan berbaring cantik di rumah sakit sebagai kompensasi tanpa dihantui rasa bersalah karena harus meninggalkan kewajiban aktivitas. Ya, kan ceritanya lagi sakit.
Welcome gloomy! I got a dementor's kiss. Bumi menunjukkan gelapnya pada pukul 22.00, dan dengan beraninya saya melancong sendirian hanya dengan pakaian rumah pendek dan sandal jepit. Tanpa hape ataupun dompet. Impulsive riding.
Malam bisa saja lebih pengertian daripada mereka yang bernyawa sekalipun ternyata. Memberi ruang gerak sebebas-bebasnya untuk menangis.
Terkadang mereka yang bernalar tak nalar sekalipun dalam berbicara. Dan lebih baik saya diam, membaginya dengan angin. Iya, kali ini angin malam.
Entah hari ini saya mengambil keputusan yang terlalu berani. Ini kumulative dari perasaan-perasaan yang sudah mengendap lama dan tiba-tiba muncul ke permukaan karena sebuah trigger.
Mencintai orang berlebihan membuatku takut sendiri. Takut cinta itu tak bisa diimbangi dan suatu saat saya-yang-lain menuntut orang tersebut mencintai sama sebesar yang saya inginkan.
Iya, kupikir saya terlalu mencintainya berlebihan kali ini. Dan saya sendiri yang memangkasnya. 
Sudah kubilang mereka yang bernalar tidak akan bisa senalar denganku atas alasan-alasan kenapa aku memangkasnya.
Kadang jika kamu mempunyai koin yang bagus dan takut kehilangan, suatu saat rasanya koin itu ingin kamu buang ke jurang, sebagai kompensasi ketakutanmu itu agar bisa hilang.
Seperti sekarang ini, menurutku dia adalah koin yang paling bagus yang pernah saya punya, saking sayangnya, saya melepasnya agar saya tak terjebak dengan rasa ketakutan akan kehilangan. Kadang melepaskan bukan berarti kehilangan. Kamu masi tetap disini, hanya wujudmu saja yang aku lepas. Sebagai akibatnya aku harus menelan sendiri bulat-bulat memori yang pernah terekam dalam limbik dan menyaksikan neuronku beramai-ramai menontonya di dalam bioskop tempurung otak. Aku tahu konsekuensinya.
Maaf jika aku melepasmu, karena aku sadar aku mulai berlebihan menyayangimu.

I wish i never looked
I wish that i could stop lovin' you so much...


 

A Walk to Remember Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template