Jumat, 28 Oktober 2011

Ibuku, Seorang Buruh Negara

0 commentfootprint
Ada setitik kebahagiaan yang terpancar dari orang-orang yang kutemui tadi siang di antara gundukan sampah yang menggunung, dibalik rerimbunan plastik kotor campur bau menyengat yang tak hilang-hilang terperangkap di bulu hidungku. Ah, tak apa. :) 
Hari ini adalah hari ulang tahun temanku, Sheilla Monica Kuncoro Putri. Selamat ulang tahun teman :). Semoga senyum orang-orang yang kau beri sedikit ganjalan perut tadi menghantarkanmu sebagai amal, penyelamat hidupmu kelak setelah hidup dari kehidupan ini. Kami berdua berkeliling Solo tadi siang, untung matahari sedang bersahabat tak menampakkan kesombongan ultravioletnya kepada kami. Menyusuri jalan sempal alias aspal item palsu, lha wong pembangunannya memakan banyak biaya tak berbanding lurus dengan hasil yang diekspetasikan. Paling 2-3 tahun itu jalan sudah berlobang, digerogoti dosa para pengambil hak orang. Dari satu TPA ke TPA yang lain, mencari sosok-sosok para pengais sisa-sisa rejeki tuk sekedar menyambung hidupnya. Dari guratan-guratan mereka, terlihat jelas, bahwa sudah berpuluh tahun mereka mencoba menakhlukan bahtera kehidupan yang tak kunjung berlabuh di pemberhentian secercah kenyamanan hidup. Aku miris. Bagaimana mereka tahan bergumul sepanjang waktu dalam tumpukan belatung yang menjadi kawan, berparfum aroma cendawan bahkan berbau busuk sekalipun. Aku senang meskipun hanya mengantar temanku membagikan sekotak pengganjal perut yang mungkin lumayan bagi mereka bertahan beberapa jam kemudian. Orang-orang itu mengingatkanku pada seseorang yang sangat berarti, yang memperjuangkan hidup orang lain meskipun kehidupannya sendiri terbengkalai tak karuan, IBU.
***
Beliau yang merangkak dari tempat peraduan hanya tuk sekedar mengambil air tuk mensucikan batin di tengah lelapnya kota. Di tengah gurauan nyamuk yang berdendang, pesta pora darah segar. Di antara wajah-wajah buah hatinya yang masih bermimpi indah entah kemana. Bermunajat, mengadu kepada Sang Pemilik Dini Hari, berharap atas kebaikan di dunia dan akhirat, terlebih untuk gumpalan daging yang pernah ia kandung. Itu dilakukannya setiap hari. Bagi beliau sepertiga malam adalah waktu yang tepat untuk curhat, merapalkan sejumlah doa yang menjadi pengharapan yang kelak akan ia panen pada waktunya tiba. 
Sesekali aku dengar, beliau menangis. Aku hanya terdiam tak mampu membuka mulut meski mata ini sudah terbuka lebar-lebar. Mendengar lantunan ayatNya, membuatku semakin tergugu, ibuku wanita hebat. 
Sedini hari beliau bangun, menuntaskan kewajibannya, dan berlari pontangpanting menyiapkan segala keperluan perut kami. Ibuku bukan ibu rumah tangga biasa, yang setiap saat bisa melayani segala keperluan suami dan anak-anaknya sepenuhnya. Ibuku, buruh negara. Beliau, ketika matahari bersinar malu-malu, berangkat menuju ladang amalnya yang berjarak puluhan kilometer, melewati jalan yang tak beraspal, dimana kotoran kerbau pembajak menjadi pemandangan yang sangat biasa. Sebuah sekolah setaraf sekolah dasar menjadi sebuah penghiburan sekaligus penyemangatnya untuk menyambung hidup. Ibuku bukan seorang pegawai, untuk itulah aku sebut sebagai buruh. Beliau mengajar tanpa bertengger NIP di bawah namanya dalam raport kelas 6 itu. Ya, ibuku seorang pengajar yang tak digaji sesuai dengan ketetapan pemerintah. Itu sudah berlangsung belasan tahun. Bukannya tak pernah ibuku mengajukan surat kedinasannya kepada birokrasi yang mengaku mengayomi masyarakat itu, puluhan kali bahkan, ah aku tak terlalu paham apa yang tersembunyi dibalik jas-jas mereka yang menggelembung menutupi buncitnya perut mereka. Meskipun begitu, aku kadang terhenyak, malu sendiri, murid-muridnya sangat menyayanginya, setiap beliau ulang tahun ada saja yang mereka beri kepada ibuku, bahkan aku sendiri kadang lupa kapan ulang tahunnya. Sungguh memalukan. =.=" Setiap lebaran, mereka anak-anak desa seperti turun ke kota, jauh-jauh ke gubug tua kami (gubug kami memang benar-benar tua, umurnya melebihi gabungan umur penghuninya) tuk sekedar mencium punggung tangan ibuku, merapalkan sedaya lepat nyuwun pangapunten-nya. Ah so sweet. :') Ibuku, banyak yang menyayanginya.
Mungkin dari sosok beliaulah kutemukan  "guru pahlawan tanpa tanda jasa". 
Ibuku memang tak sempurna, bahkan jauh dari kesempurnaan, ya tak semua permintaan kami beliau turuti, baiklah perlunya kami memahami keadaaan. Harus malah. Kadang kata sindirannya sangat mengena, kenyinyirannya membuatku limbung, tapi sedikit kasih sayangnya meluruhkan segala amarahku. Memang tak selamanya aku sejalan dengan beliau, ada sedikit jurang jika kami berbeda pendapat atas perspektif tertentu. Tapi, kepada beliaulah semua penghujung pengharapan-pengharapan yang kulantunkan. Kutulis rangkaian doa di langit biru sana dan aku frame dengan sebuah pelangi yang melingkari hanya untukmu seorang, IBU. Ketauhilah, anakmu ini sedang berjuang untukmu. :') :* 
Maav jika aku belum menjadi anak yang bisa menuruti semua perkataanmu
Maav jika kadang perkataanmu sering aku abaikan
Maav jika aku lebih banyak mengecewakan daripada membanggakan
Maav, aku malu tuk terus meminta
Maav jika aku tak pandai mengungkapkan afeksiku
Maav, jika aku tak mampu menghapus air matamu
Maav jika aku sering mengeluh tanpa memikirkan perasaanmu
Maav jika aku terus menangis, sampai detik ini belum ada yang bisa aku persembahkan untukmu
Maav aku bukan anak yang berbakti.
meskipun byk org bilang aku replika remajamu, tp kubilang engkau lebih lebih cantik waktu muda dulu :')
Ibu, sampai kapanpun aku tak pernah sanggup melihatmu tak ada lagi disisiku. Kau tahu? Aku begitu menyayangimu. :'(

Rabu, 26 Oktober 2011

What the value is?

0 commentfootprint
Ada yang menganggap nilai itu adalah suatu apresiasi dari kerja keras, usaha yang kita lakukan, yang lain bilang nilai merupakan syarat dari lulusnya suatu akademika yang memang harus ditempuh untuk mencapai batas standar tertentu. Tapi aku bilang, nilai adalah suatu formalitas yang tidak sengaja sudah tertanam kuat di pikiran seseorang sejak ia mengenyam bangku sekolah yang pada intinya membuat ruang gerak berpikir seorang itu dibatasi oleh adanya angka-angka yang harus dipenuhi kolom-kolomnya dalam sebuah jurnal yang disebut raport. 
Entah kenapa sejak dari dulu aku tak suka dengan konsep pendidikan di negeri ini. Dimana nilai diagung-agungkan menjadi prasyarat dalam civil academic tertentu. Tak menutup kenyataan sih, dalam dunia realita , akumulasi nilai menjadi basic berkompetensi atau tidaknya seseorang. Tapi itu kan cuma angka, yang bisa dimanipulasi hanya dengan sebuah goresan tinta hitam yang membuatnya menjadi legal, selegal rokok yang beredar meskipun ada himbauan peringatannya. Aneh memang negeri ini.
Sejak keluarnya film Three Idiots , saya jadi berpikir ulang mengenai konsep pendidikan yang selama ini saya tempuh. Ternyata memang nilai sempurna menjadi suatu konsep pikiran yang bertendensi menuhankan. Apapun dilakukan untuk sekedar membuat orang lain atau orang tua menyenangi apa yang kita peroleh. Untuk itu muncul tindakan mencontek atau plagiarisme. Menghalalkan segala cara, bagaimana mendapatkan nilai sempurna.
Gimana sih kalo kita mendalami sesuatu tanpa harus mengejar target yang disebut nilai itu? Sistem sekolah yang di Three Idiots itu bisa lho menjadi suatu contoh bahwa kreativitas otak manusia tak harus dibayang-bayangi dengan nilai yang jelek atau berapakah standard nilai yang harus ditempuh, dan bla bla bla. Terlebih lagi sejak kecil kita dicekoki oleh banyak hal yang menuntut kita harus mengetahui semua pelajaran yang disuguhkan oleh guru kita. Bukankah itu membuat kita tidak fokus ya? Saya memang masih terlalu cetek dalam memahami sistem di negeri ini atau negara asing. Cuma yang saya tahui, di negara asing itu sistem pendidikannya ya kayak moving class, murid mendatangi guru yang mengajarkan pelajaran tertentu yang menjadi minat kita , konsentrasi apa yang kita pengen dalami. Jadi fokus gitulho. Murid yang membutuhkan guru, bukan guru yang membutuhkan murid. Hubungan semacam ini secara kondisional akan melahirkan suatu unggah-ungguh atau ngajeni kepada orang yang memberikan ilmu. Kalau hubungan semacam ini sudah tertanam, gak ada namanya bullying in the class, karena faktor muridnya yang gak sopan terhadap gurunyalah, atau muridnya gak mau diajarlah, atau guru merasa disepelekan lah, dan lainnya.
Saya memang orang yang paling anti kalau mendengar pengumuman nilai sejak dulu, entah itu pembagian raport, pengumuman lomba, apalagi membuka portal IPK yang sekali setiap semester diburu seantero mahasiswa itu. Gak tau, rasanya "ah ngapain sih?", padahal pada intinya saya takut dikecewakan oleh deretan angka-angka kecil berskala 4 itu yang ngomong aja gak bisa, tapi bisa membuat orang "ngomong(-ngomongin)". Yang membuat orang dilabeli si pintar dan si bodoh. Padahal menurut saya perjuangan kita selama mendalami ilmu itu tidak cukup sekedar ditransform ke dalam skala angka.
Banyak hal yang bisa dipelajari tanpa harus duduk diam di dalam kelas. Mendengar tutor mengajar, yang seperti mendongeng bagiku. Tetapi sayangnya, sejak dini kita sudah terlabeli menjadi "murid" dan segala tetek bengek yang melekat di dalamnya.
Entah sampai kapanpun nilai akan tetap menjadi suatu nilai, sesuatu yang "perlu" diperjuangkan dengan harga mahal sejak umur 6tahun.

"Langit begitu luas, kenapa tidak pikiranku? pikiranmu?"

Jumat, 21 Oktober 2011

Jumat Keramat

0 commentfootprint
Jumat itu emang dikutuk keramat ya?
Iya sih kayaknya, rasanya seharian ini pengen showeran dibawah dispenser, pencet tombol air yang warm. Biar mengepul sekalian ini kepala yang udah kayak dipanggang. Panasss, sodara-sodara!
Pagi-pagi disms sama temen yang bilang kalo printer kosannya tintanya abis, secara ini tugas pagi itu harus dikumpulin. Mau disalah-salahin juga bukan salahnya, mau gak disalahin kok rasanya dongkol setengah mati. Apalagi tugas yang barengan dikumpulinnya belum kelar aku kerjain. Euh, unsaid! Oke, akhirnya dengan mengelus-elus dada sendiri pake alu biar rata sekalian, aku berusaha buat sabar, dibawa santai aja, toh ntar 10 menitan sebelum masuk ngeprin berapa menit sih ya. "Gampanglah, piece of cake!" pikirku. Buru-buru ngelarin tugas, mandi kecipak-kecipuk dari ujung kaki sampai ujung kepala, sholat bentar, rapih-rapih, dan voilaaa ternyata udah detik-detik mau masuk kelas dan aku masi di kos, dan dan dan belum ngeprin woy! #efek petiiiir menggelegarrr# Berasa punya kekuatan lari seribu bayangan (ha? emang ada ya?) secepat kilat aku menuju tempat prin2an deket kos temenku. Sembari nunggu temenku yang ngeprin, ada sms masuk (dan ternyata ada beberapa sms, satu bbm entah dari sapa yang belum sempet aku buka), sempet-sempetnya dalam keadaan genting begini mikir kalau itu sms dari masnyaa, ah gue ngelantuuuuur. Back to topic, karena penasaran aku buka sms paling atas, voilaaaaaa temenku sms.

bondan itu nama cewek lho :O
Mampussss, lima menit kalo gak nyampe, kelas mau ditutup! #bumi gonjang-ganjing# Karena dengan sangat sangat kebetulan aku itu orangnya panikan, hebohlah itu tempat prin2an. Udah kayak ibu-ibu mo ngelahirin, aku teriak-teriak ke temenku , niatnya biar cepet, tapi mo diteriakin pake TOA masjid juga itu mesin printer ya bakalan segitu2 aja kan ya kecepatannya. Hedeh. Merasa bego. =.="
Mas-mas yang disitu malah pada ketawa antara cengo muka-muka bloon, dan nahan pup mungkin ngeliat tampangku yang konyol abis. Sambil ngebleyer matic temenku, biar masnya itu pengertian ngasi servis extra fast furious gitu, akhirnya kelar juga sehabis dijilid. 
Aku pacu matic , dikasih sabetan sekalian biar laju tambah kencang (ini motor apa kuda? =.="). Belingsatan, selip sana, selip sini, kayak si Lorenzo yang lagi berlaga di arena bulutangkis. (Loh? Salah sambung woy!)
Beberapa kali hampir mau nabrak buntut motor orang. Kalo ada sop buntut motor, uda gw cincang tu motor satu-satu yang ngalangin jalan. Di saat on the way genting begitu, jilbab saya penitinya lepassssss, sodara-sodaraaaaaaa! Siaaaaaleuuuun, euuuuh, gw jejerit sendiri, sambil megangin bagian leher biar itu jilbab gak kayak kerekan bendera aja. Untung pake helm, jadi agak nggak riweuh, tapi berhubung mungkin saya masih  keturunan nenek moyang sirkus, biasalah megang motor cuma pake satu tangan, tangan yang lain megang jilbab, ngerem ya pake mulut, alias nglakson pake mulut, hahahahahahahahaha. 
Aseli temen gw yang mbonceng cuma ngakak ngikik gak jelas atas kekonyolan pagi ini. Sesampai di parkiran, buru-buru deh ngerapihin, bim salabim bentar biar gak keliatan abis macul di sawah. Wuzzzzzz, langsung naek ke kelas, daan hamdalaaaaah pintu belum dikunci. Ngos-ngosan sodara-sodaraa. Fiuuuh. Selesai juga.
Siangnya sih fine2 aja, berjalan seiring dengan sorotan senter matahari, serius ini mataharinya itu kayak nyenterin ubun2 kepala.
Nah sorenya nih yang bikin tambah bete, suruh nganterin temen beli modem, udah gitu nginstallnya kayak dinosaurus mau beranak aja, lamaaa bangett. Ah, aku paling benci pekerjaan menunggu. Ah kalo menunggu emang sebuah pekerjaan yang digaji mungkin dari dulu saya udah kayak Raja Midas, tinggal sentuh jadi emas deh. Ngayaaaal tingkat dewaa.

Selama menunggu saya cuma diem-dieman ama sang waktu, ceritanya lagi bete boleh donk keliatan kesel. Aselinya saya lagi laperrr paraaah, kalo lagi laperr emang wajah saya kayak monster yang lagi ngejen, jelek banget dan bikin sensi.
Sebel. 
Sampe kos masi kebawa sensi, apa-apa gw tendangin. Eh, boong ding! :p
Tapi yang bikin senep hari ini, gak ada kabar-kabari dari kamu. Aaaaaaa, kangen mr.latantra :(.
Bakalan tahan gak ya saya?
Segimanapun kamu nganggep saya sapa, segimanapun kamu bilang saya suruh sabar, dan mau menunggu, segimanapun juga rindu itu gak bakalan pernah punya rasa pengertian. Titik.


k aaa n g eeeeeee n



(curhat securhat-curhatnya)
saya alaynya mulai kebangetan gak sih? =.=" bzzzzzzzzt. #toyor kepala sendiri#




Selasa, 18 Oktober 2011

Filosofi Lemontea | Set You Free

0 commentfootprint
Hidup itu gak mudah. Emang. Sapa sih yang bilang idup itu gampang? Nobita aja yang uda punya doraemon tiap hari masih ngrengek minta dikeluarin macam-macam alat buat mempermudah keinginannya.
Tergantung mindset seseorang juga sih bagaimana menyikapi dirinya sendiri. Sebenarnya psikolog yang paling ampuh ya diri kita sendiri, bagaimana Sudur kita di-set untuk sedemikian rupa, bagaimana attitude kita diapresiasikan dari apa yang udah kita tanam dalam otak.
Pernah suatu kali, saya benar-benar merasa depresi terhadap diri sendiri. Rasanya udah unsaid bangetlah, serasa otak uda kayak benda pajangan yang cuma sekedar menuh-menuhin anatomi tubuh. Buat mikir rasanya neuron transmitternya gak mau nyambung. Blank. Jenuh. Bosan. Dan ujung-ujungnya merasa useless
Tapi entah, mungkin karena ada dorongan magis yang membuat saya bangkit kembali, melakukan ritual keagamaan yang tadinya serasa hanya habit, menjadi suatu kepuasan yang addicted, itu berlangsung secara konstan. Membuat saya seperti kehausan, mencari-cari, sampai mengais kalang kabut, dan akhirnya saya menyadari , Tuhan memberikan cobaan memang tak melebihi kemampuan makhlukNya, jika saya masih hidup dan menghirup udara yang sama berarti cobaan itu tak lebih dari sekedar sebiji zarrah. Saya mampu melaluinya, itulah mindset yang terus saya pupuk dan siram agar tumbuh berkembang sampai mengakar dalam diri. Dan akhirnya, voilaaa, saya memang mampu melewatinya. :)
Seperti segelas lemontea, ada suatu reaksi lidah yang mengecap asam , manis, yang terkombinasi di suatu zat cair yaitu cairan olahan dari pucuk daun teh, yang menjadikannya sebuah minuman yang beresensi eksentrik. Saya suka. :)
Asam dari lemon, menggambarkan rasa sour sitrat yang bikin lidah kelu, seperti merasakan anyir, yang bagi sebagian orang membuat bulu bergidik dan akan menghasilkan kelenjar saliva berlebihan. Dalam hidup, ketika cobaan datang menerpa, rasanya masam untuk dijalani bahkan sekedar dikecap. Tapi adakalanya, rasa suka kan datang menggantikan asam-asam sitrat itu dengan diikat oleh glukosanya gula. :)
Air merupakan zat penetral , teh yang dilarutkan mengandung antioksidan yang dapat melindungi diri dari penuaan dini dan polusi. Disinilah keyakinan akan agama diibaratkan, proporsi larutan teh yang mendominasi seperti sebuah agama yang menjadi panutan, pedoman yang melingkari, melindungi, semacam tameng buat diri dalam mengarungi kehidupan baik suka maupun duka.
Suatu minuman dengan kombinasi yang hebat bukan? :) Thats why i m crazy in love with my lemontea. Its not just a drink, it has its own philosophy. :)


Minggu, 16 Oktober 2011

Selamat Ulang Tahun ^.^

3 commentfootprint
Selamat Ulang Tahun :)
Ah, memang secara harfiah hari ini mengulangi tanggal yang sama tepat setahun yang lalu bukan? Berarti tidak ada arti khusus sebenarnya. Hanya saja aku ingin mengucapkan, Selamat Ulang Tahun, hei, tanggal 16 Oktober 2011. 
Sebuah dilatasi memori yang mengisi volume otak limbik, yang kini semakin bias. Terdegradasi oleh memori-memori lain yang membuat empunya lebih memilih untuk menguburnya bersama horcrux-horcrux yang kini sudah ia hancurkan dengan sebuah pedang Gryfindor, yang ia sebut masa depan. ^.^
Ah, have a great future!! Semangkaaaa ~Semangaaaat Kakaaaaaaak AuuuuL~!

Jumat, 14 Oktober 2011

I called it "Missing U"

0 commentfootprint
Untuk kedua kalinya dari awal perkuliahan aku menyambangi kampung halamanku. Banyak berubah tentunya, yang pasti kota kecil ini mulai crowded dengan label hedonisme. Apalagi dengan dibangunnya mall baru di pinggir kota jalan propinsi itu. Sejenak aku merasa asing, dengan kemacetan yang tampak seperti ular dari kejauhan, berkelak-kelok dengan sisik warna warni yang tak beraturan, persis seperti ular kalau dilihat dari jalan yang berlawanan.

 Aku menghela napas, berapa ribuan detik lagi bis yang ku tumpangi berhenti di armada biasa ku menunggu jemputan. Rasanya sudah tak terbendung lagi, aku merindukan sesuatu yang membuatku kehilangan waras. Entah kenapa, aku mengingat terus dialek-mu, suaramu, tawamu, ah seperti merapal doa saja ini.

Sadarlah suatu rindu yang salah tempat itu seperti menggigiti pensil saja, rasanya gemletak gak karuan di gigi. Karena aku sadar, aku bukanlah seseorang yang mungkin kau harapkan untuk mengucap rindu itu kepadamu. Siapalah aku, bagimu? Atau bagi kesadaranmu?
***

Masih saja ku termangu, apa yang ku tulis untuk membuatmu agar tetap membalas pesan digital itu,
Type-Backspace-Type-Backspace
aaaaaah, kapan ini bisa ku klik send?
Sulit kiranya sekedar menulis, "aku kangen kamu. Titik"
Sedikit ku berdiri di atas pembaringanku, ada pantulan 3 dimensi bentuk yang serupa
Itu diriku, dengan segala kekhasan.nya
Rambut yang belum disisir, alis bulan sabit,pipi yang merona tomat, 
menyembul dan paling menonjol di area muka,
kupatut sedikit mimik muka melasku,
ah rasanya aku belum pantas.
Berkaca saja aku fals, apalagi membayangkan aku berdiri di dekatmu.
Ah kangen itu tak sopan
Mengetuk hati siapa saja yang diingikannya
Kadang sering berlalu, memporakporandakan seperti ditiup beliung
Atau jika beruntung, dia mengetuk dan memberimu sebuah pembayaran yang setimpal.
Kulirik diriku lagi, aku tertunduk lesu, 
rasanya aku belum pantas mengatakan ini padamu, 
masih banyak hal yang mungkin kau pertimbangkan dariku, begitu juga ku demikian.

Apa aku sanggup bersabar selama waktu yang kau harapkan?
Menunggu rasa rindu itu terbayar lunas saja, tak tahu kapan.
Ah, aku rinduuu latantra.

Rabu, 12 Oktober 2011

"Selamat malam Sayang,.,"

0 commentfootprint
Lagi-lagi aku merasa terkhianati. Oleh oknum yang mengaku melayani masyarakat. Sang Raksasa Pengalir Energi. Kali ini listrik mati lagi, sodara, membuatku harus menelan mentah-mentah pemandangan kelam ruangan bervolume 4,5x2,5 petak ini. Sunyi, sial lagi jangkrik mengkerik menyanyikan ejekannya padaku. Terimakasih, dalam keterbatasan ini aku mengakui, aku makhluk tak berultrasonik seperti penala gema echolocation. Aku tersenyum hambar. Mencibir.
Kedua, aku merasa terkhianati oleh penyedia layanan komunikasi yang membuatku harus menjejalkan galau di hatiku sampai waktu ingin tidur menjelang. Sengaja ingin berlangganan, tapi malang, pulsa hangus tak guna jua, ingin kuteriakkan "daaaaaa***uuk!!!", tapi ah tuhan, untung saja mulutku masih beriman. Astaghfirullah, sekali lagi ku tersenyum hambar, dan sedikit menghela.
boni, bearly, dobby = anak2 bantalku :D
Kuurungkan niatku bercengkerama dengan anak-anak bantalku, si Boni, Dobby dan Bearly, keluar sebentar tuk menyaksikan lampu alam yang berdiameter 3.474 km, menggantung sendirian di sana?
Kulihat bintang sedang enggan bersamamu? Awan mega berserak, sisa hujan tadi sore yang membasahi bumi kemarau pertama kali di tanah batik ini. Ku sempat bersorak kegirangan tadi, sewaktu beranjak senja, bulir-bulir partikel penyejuk dahaga mengalir dari istana di atas awan yang mungkin seperti seolah-olah Dewa Zeus yang sedang menangis.
Kembali kulirik bulan, masih saja dia pongah, karena masih saja energi belum mengalirkan cahayanya lewat kabel-kabel yang menjuntai terkoneksi dengan bola lampu pijar. Dia masi anteng. Gelap. Gulita. Tak berpendar.
Menikmati kesendirian membuatku bias, apakah memang sebuah keterasingan yang kubutuhkan. Keterasingan dari dunia yang menghantamku bertubi-tubi. Aku kangen. Mungkin yang kubutuhkan bukan kehampaan yang menerpa sisi-sisi sensitivitas manuasiawiku.
 I need a shoulder to hold on. Membuatmu salah paham tadi siang sedikit menyentil kekhawatiranku atas persepsimu terhadapku. ah, andai saja lorong waktu itu ada. Aku diam, mendengar Sudurku berbicara sendiri. Kenapa ya perasaan itu tidak bisa dilogika? Padahal mereka menempati bilik yang sama, bukankah di otak pusatnya?
"Renungan Kloset" itu memang sering menimbulkan pertanyaan yang tak ku mengerti dan sering kali berujung pada siraman air, sedetik kemudian mengabaikannya, menyimpan sebagai draft, suatu saat muncul kembali bersama draft-draft yang lain. Menumpuk menjadi satu, setelah aku lelah menemukan jawabannya, yang ku bisa hanya membuangnya bersama angin.
Krik. Krik. Krik. Dasar jangkrik! Masih saja dia menertawaiku. 
Sampai kapan aku berdiam di sini? 
Menunggu cahaya datang menghampiri, menyeruak sisi gelap malam, kegelapan yang membuatku bergidik.
Kamar-kamar sudah terkunci rapat-rapat, mungkin sang empunya terlalu lelah tuk menunggu.
***
Oh, Tuhaan, makhluk itu berpasukan, menghunuskan mulutnya bak jarum yang siap menyuntikkan air liur dan menyedot hemoglobin-hemoglobin di bawah lapisan epidermisku. Oke, masuk ke dalam petak mungkin lebih baik.
Kucoba memejamkan mata, sambil memeluk anak-anak bantalku. Mereka seperti kesepian. Ah, tenanglah, ada aku disini, mendekap penuh kehangatan sampai pagi kan menjelang. "Selamat malam, sayang".


11.10.11, 22.24 ditulis dalam cahaya remang dari  layar smartphone 106 gr.


Senin, 10 Oktober 2011

The Spring Time

0 commentfootprint
Sebuah percakapan yang membuka cakrawala batinku. Membuatnya mengebiri dan membungkus rapat2 "sesuatu" yang tak ingin aku biarkan pergi. Aku tak ingin kehilangannya lagi.
Tidak begitu lama sebenarnya bunga itu layu dimakan usia, musim mekarnya sudah melewati ambang batas. Dan sengaja aku tak ingin memupuki, memberi tanah segar, apalagi menyiraminya. Sudah ku singkirkan, tak lagi hasrat untuk memandangi bunga layu itu.
Kini, tiba2 musim kemarau yang terhitung sejak melayunya bunga itu kian memupus. Tergantikan musim semi yang membuat sebuah bibit bunga kecil tumbuh di pelataran hatiku. Entah darimana sang waktu begitu pengertian denganku kali ini.
Terlalu dini untuk menyatakan bahwa itu bunga akan seperti edelwies, bunga abadi. Namun, ada rasa bungah yang berbeda setiap kali melihatnya tumbuh berkembang. Dia tumbuh bersama harapan-harapan yang bakal menjadi kumpulan kelopak kelak ia mekar. Tinggal tunggu saja warna apakah yang membuatnya berbeda dengan warna bunga yang layu itu?
Suatu saat pasti bakalan ada ulat yang menggelayut, memangkas habis dedaunannya, membuat sang pemilik menjadi gelisah apakah bunga itu juga akan mati? Tapi aku, sang pemilik, bertekad untuk menjaganya, menjaga hingga akhir dia membuahkan sebuah bakal biji.
Tenang saja, seekor ulat pun suatu saat bakalan jadi seekor kupu-kupu, memperelok mekarnya. Bagai hasil dari sebuah perjuangan panjang. Ya, memang aku harus bersabar. Segala sesuatunya pasti ada yang akan dituai.

***

Kamu yang menjadi sebuah bibit baru bagiku
Kamu yang membuatku selalu mengecek list inbox di facebookku
Kamu yang selalu membuatku kehabisan waras hanya dengan emot :) di akhir untaian kata yang kau ketik
Kamu yang membuat rabuku selayak malam minggu :p
Kamu yang membuat stereotipku terhadap kaummu mengabur
menggantinya dengan sebuah kepercayaan dan kebanggaan yang menggunung,
betapa beratnya mengemban garuda d pundakmu.
Kamu yang selalu punya cerita untuk sekedar didengarkan
Kamu yang membuat tawaku serenyah cochocrunch
Kamu yang membuat senyumku tak pernah berhenti dengan kicauan rabu-sabtumu
Kamu yang mempunyai nama panggilan yang membuat telingaku bergidik
Kamu yang membuatku berdesir di setiap akhiran dialek-mu
Hanya kamu.
Meskipun,
Kamu yang menjadikan sebuah jarak tak lagi teridentifikasi,
Kamu yang membuat aku harus meyakinkan diri, apakah ini yang namanya a crazy little thing called love?
Sebuah drama yang berhappy ending?
Yang pasti harus kamu tahu,
merindu itu menyesakkan,
merindu itu menyakitkan.

Mungkin terlalu dini untuk sekarang, tapi yakinlah suatu saat kesabaran itu kan membuahkan hasil. :)


3.45 WIB (ketika aku mulai sadar, aku mulai merindukanmu)

Minggu, 09 Oktober 2011

#curcol1

0 commentfootprint
#fakta1 , jatuh cinta itu bikin kadar alay dalam diri meningkat secara signifikan. Sekian.

Sabtu, 08 Oktober 2011

Best Friend Ever

0 commentfootprint
Lagi2 dini hari.
Aku terpekur dalam sujudku. Menerawang dalam duduk diantara dua sujud yang entah sengaja atau tidak, lebih lama beberapa detik daripada sebelumnya. Ada yang mengganggu pikiranku. Mengusik sanubariku, yang berkata "ada sesuatu yang tak beres".
Bukan, bukan maksudku aku memojokkanmu disini. Aku hanya ingin berkata sesuatu yang tak bisa aku katakan padamu lewat tutur kata yang mungkin kamu sudah memahaminya terlebih dahulu.

Aku begitu tersentak. Membaca barisan huruf yang kamu kirim mungkin dengan sebuah kecamuk dalam hatimu. Aku tahu, menulis kata seperti itu butuh keberanian yang sangat besar. Atau setidaknya jika aku dalam posisimu.
Ini sudah pernah terjadi, kawan, dan sepertinya sejarah terulang kembali. "Geschichte wiederholt". Aku benar-benar tak mengerti dan penuh ketakjuban dengan permainan "fuadha" atau cortex manusia yang mampu menggerakkan hatinya untuk bertendensi ke orang lain. Ini bukan masalah perasaan saja, persahabatan kita mengalami badai (lagi). Tak dapat dipungkiri, sedikit atau banyak akan mempengaruhi sikapmu terhadap aku. 
Seperti yang sudah aku katakan, keinginan itu memang sering berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada, tergantung bagaimana kita membentenginya dan membuatnya menjadi sebuah koreksi diri. Penolakan bukan berati ketidakmampuanku untuk mengakui keberadaanmu, aku sudah terlalu menganggapmu menjadi seorang yang berarti dalam bagian perjalanan hidupku. Seorang sahabat yang berusaha mengerti dan memahami setiap kita dalam sebuah cengkerama. 
Aku tahu, menanggung "beban" selama itu pasti membuatmu tak nyaman. Atau setidaknya aku sedikit mengerti meskipun kau selalu menyergah bahwa "aku tidak mengerti". Berusaha menjaga hubungan baik dan diam selama itu sudah membuatku mengacungi 2jempolku untukmu, kawan. Mungkin kalo aku dalam posisimu, sudah sedari dulu aku mundur perlahan dan berbalik arah, menghilangkan jejak jejak hatiku dan mengambil persimpangan jalan lain. Tapi buktinya kamu bertahan sampai sekarang. Sungguh membuatku benar-benar terkejut.
Kau tahu? Aku pun pernah mengalami hal yang sama. Sedikit mirip denganmu, mencintai seseorang dalam jangka waktu yang tak kita sadari ternyata seperbagian hidup kita. Tapi lebih ngenesnya, bahkan aku tak sekalipun pernah punya kesempatan ngomong kepada orang itu. Dan kau? Sahabatku sendiri, yang tiap hari bisa berkomunikasi baik denganku. 
Yang membuat kita sama denganku waktu itu adalah kita sama-sama "jatuh cinta sendirian". 
"Pada akhirnya,orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa mendoakan. Mereka cuma bisa mendoakan, setelah capek berharap, pengharapan yang ada dari dulu, yang tumbuh dari mulai kecil sekali, hingga makin lama makin besar,lalu semakin lama jauh. Orang yg jatuh cinta diam-diam pada akhirnya menerima. Orang yang jatuh cinta diam-diam paham bahwa kenyataan berbeda dg apa yg kita inginkan. Terkadang yang kita inginkan bisa jadi yang tidak kita sesungguhnya butuhkan. Dan sebenarnya, yang kita butuhkan hanyalah merelakan. Orang yang jatuh cinta diam-diam hanya bisa, JATUH CINTA SENDIRIAN."

Dan seiring berjalannya waktu, rasa itu menggerus dirinya sendiri. Boom! Dan hanya menyisakan sebuah karang yang tak lagi bermollusca.  Kosong dan hampa. Sebuah kenyataan yang pahit memang. Tapi aku yakin kamu pun bisa. Perubahan itu harus berasal dari diri sendiri. You are still my best friend forever. :)


4.37 WIB

Jumat, 07 Oktober 2011

.... the Dew Dawn

0 commentfootprint
Pagi dini hari yang biasa terjadi. Sebuah repetisi aktiviti yang ingin saya atur dalam mindset tuk menimbulkan pola keteraturan yang membuat saya biasa melakukannya. Bertemu denganMu wahai Tuhan Pemilik Pagi. 
Terlepas dari segala sesuatu yang disebut itu sunah, saya memang bertendensi menyukai atmosphere dini hari dimana angin kadang membelai tirai, menyibaknya dengan kasar, atau hanya semilir menempati volume ruang yang ada. Suara jangkrik yang bernyanyi fals mengkerik, bermunajat pada Empunya raga, dan suara kereta lewat yang semakin membuatnya syahdu. Kau dengar, itu kereta jaraknya belasan kilo dari tempat ku berdiam, rasanya seperti angin yang berperan menyampaikan pesan dini hari, menyampaikan pada dunia bahwa Tuhan Tak Pernah Tidur. Seraya berkata, "temuilah Tuhanmu, ketika aku bersemilir tenang menyampaikan pesan alam". Syahdu.
Sepi. Waktu. Aku. Dan sendiri. Sempurna.
Kadang jika aku tak sanggup menahan hawa syahdu ini, biarlah air dari ujung pelupuk menetes. Menggenangi bukitan pipi yang menyembul seperti bakpao ini. Ah....
Merongrong rongga hitam yang bertumpukan dosa. Menelusupkan sebuah syair doa, untuk membuatnya menjadi rongga yang bercahaya. Ini dosa sudah berkarat.
Seberapa besarkah perlu arus air tuk mebuatnya bersih kembali? Atau campur saja dengan zat chemist tuk membuatnya seperti rongga seorang bayi yang baru lahir?
Oke, Nafs saya terlalu liar berkelana di ruang hampa yang kusebut itu mimpi. Tapi tak semua nafs, saya realisasikan dalam sebuah fuadha, dan menyimpannya dalam kotak yang disebut Sudur. Ada keinginan yang saya belenggu tuk tak dimuntahkan sekedar menunggu waktu yang tepat, ada keinginan yang ingin saya jejalkan tuk terealisasi, ada keinginan yang memang saya sengaja penjara agar saya tak dibenci oleh Dzat Pemilik Ruh ini.
Sadar begitu sesadar-sadarnya, tak mungkin ada benda tercipta dengan sendirinya. Biarlah mereka yang tak paham terus menggonggong, meneriakkan kata2 pekak tuk menulikan, membutakan dan mematikan jiwa terhadap keberadaan Tuhanku. Aku tak peduli. Semasa masih ada selongsong nyawa, berbekal sebuah batu pun kan kubela apa yang kuyakini. Karena hampir 20 tahun, aku hidup dari sebuah hembusan rahmat yang ditiupkan oleh Dzat Maha Mengetahui dan maha tak kutahui.

Dosa sebuah collateral damage dari ke-papa-an a-k-u.


04.27 WIB

Selasa, 04 Oktober 2011

It isn't Over :)

1 commentfootprint

Dinamika kehidupan itu sebenarnya beralur sama, hanya catatan dari Lauhul Mahfuz yang membuat orang mempunyai catatan bertinta pelangi yang berbeda.
Apalagi ci*nta, sebenarnya saya agak tabu mengucapkan hal ini. Entah kenapa lidah saya selalu kelu mengucapkan 5 huruf berakhiran "a" ini.
Saya bukan makhluk skeptis untuk hal satu ini. Masih normal, penyuka lawan jenis dan suka mesammesem sendiri kalo ada desiran arus listrik yang mengalir di setiap pembuluh darahku. Membuat otak limbikku bekerja cepat untuk merekam detik2 yang membahagiakan tersebut dan save as file "memori".

Tak selalu berakhir dengan baik tentunya. Adakalanya cin*ta hanya menyapa atau singgah sebentar, merapat di sebuah labuhan, lalu ia pergi.
Seperti halnya sebuah kapal, dia akan berlayar mencari pelabuhan, menepi di banyak dermaga, dan suatu saat dia akan lelah, memutuskan untuk berhenti mencari, melempar jangkarnya dan memulai hidup baru di samudera yang tak sama.

Ketika dia berakhir, meninggalkan jejak yang memerangkap kita dalam sebuah kenangan semu, sebenarnya kita sendirilah yang membuat kita berada dalam perangkap itu.
Fenomena "halo matahari",Solo, 4 Oktober 2011
Coba buka pikiran yang membelenggu. Langit begitu luas, kenapa tak pikiranku,pikiranmu? Enyahkan saja "halo matahari" yang mengekang.
Hidup tak berakhir begitu saja, jika sebuah kapal tak menambatkan lagi jangkarnya, ada jutaan kapal yang masih berlayar, mencari persinggahan jangkarnya yang pas untuk ditambatkan. :)

SEMANGAT! :) 
 

A Walk to Remember Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template