Jumat, 15 April 2011

Secuplik Dini Hari

Gotcha! Aku bangun terlalu dini. Jam menunjukkan pukul 01.00 am. Dari awal emang udah niat buat bangun pagi tapi ternyata alarm bawah sadarku terlalu khawatir jika aku kesiangan jadi dia udah bunyi sendiri pukul 01.00. -,-'
Niatnya sih pengen belajar gara2 paginya ada UTS jam pertama, tapi ternyata sangat membosankan sekali jika mata terus2an melototi tebaran huruf kata data, haaassembuh.
Iseng2 browsing nemu pengumuman festifal Film Solo, ini ngeh gara2 kemaren sempet disms Novia kalo dia mau nonton itu .

FESTIVAL FILM SOLO

4-7 MEI 2011


Festival Film Solo merupakan festival film tahunan yang diadakan di Kota Solo - Jawa Tengah, dengan fokus pada film fiksi-pendek Indonesia. Ketiadaan festival yang memfokuskan diri pada film-film pendek Indonesia menjadi landasan awal bagi festival ini untuk merespon terus lahirnya karya dan kerja kreatif para pembuat film pendek di seluruh kota di Indonesia.
Program dalam festival ini merupakan respon terhadap kondisi sosial masyarakat dan juga perkembangan dunia perfilman Indonesia itu sendiri. Kita tentu memimpikan sebuah festival yang sederhana namun bisa dekat dan akrab dengan publik, melalui tema-tema film yang secara maksimal bisa mengeksplorasi Indonesia, baik secara ruang maupun ideologis.



PROGRAM

I. KOMPETISI
A. LADRANG AWARD
Rabu – Sabtu, 4 – 7 Mei 2011 l Studio 1 GKS
Program Kompetisi Film Fiksi-Pendek Indonesia Kategori Umum Nasional merupakan ruang bagi para pembuat film untuk mempertemukan karya-karya terbaik mereka. Ladrang Award akan diberikan kepada pemenang kompetisi ini.
Juri Ladrang Award:
a. Seno Gumira Ajidarma
Lahir pada tahun 1958. Seno menulis sejak 1974 dan bekerja sebagai wartawan dari 1977. Mulai 1985, Seno bekerja untuk Gramedia Majalah. Ia menerima sejumlah penghargaan sastra, dan tulisannya diterjemahkan ke berbagai bahasa. Selain menulis, Seno juga memotret dan berpameran. Ia mengajar di almamaternya, Fakultas Film dan Televisi IKJ dan Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI. Skripsinya tentang skenario dibukukan sebagai Layar Kata. Seno aktif menjadi juri film di dalam dan luar negeri.
b. Joko Anwar 
Lahir di Medan pada 3 Januari 1976. Joko Kecil tumbuh besar dalam pengaruh film-film kungfu dan horor. Joko kuliah di Institut Teknologi Bandung. Setelah lulus pada 1999, ia menjadi wartawan The Jakarta Post sebelum kemudian menjadi kritikus film. Joko mulai terlibat produksi film melalui Biola Tak Berdawai (2003) dan Arisan! (2003) yang mendapatkan pujian dari para kritikus dan memenangkan penghargaan pada beberapa festival. Janji Joni (2005), Kala (2007), Quickie Express (2007), Jakarta Undercover (2007), Fiksi (2008) dan Pintu Terlarang (2009) adalah sederet karya yang mengantarkan Joko memiliki banyak pengalaman festival, di antaranya Sydney Film Festival, Pusan International Film Festival, New York Asian Film Festival, Jakarta International Film Festival, International Film Festival Rotterdam dan Puchon International Fantastic Film Festival. Kini ia tengah mempersiapkan film terbarunya, Eksekutors.
c. Swastika Nohara
Lahir di Grobogan pada 1 Januari 1978. Swastika meraih gelar MA dari Goldsmiths College, University of London tahun 2006, dengan beasiswa dari British Council. Dalam kurun 2001-2004, ia adalah reporter dan presenter berita untuk TV-7. Swastika menulis sejumlah naskah film televisi di SCTV. Ia juga mengerjakan dokumenter mengenai pertambangan di Kalimantan untuk Al-Jazeera pada 2009. Film Romeo-Juliet (2009) di mana ia terlibat sebagai salah satu penulis naskah dan produser, masuk di Hong Kong International Film Festival 2009 dan Dhaka International Film Festival 2010. Swastika juga dikenal sebagai pengelola website film www.bicarafilm.com

B. Gayaman Award 
Rabu – Sabtu, 4 – 7 Mei 2011 l Studio 2 GKS
Program Kompetisi Film Fiksi-Pendek Indonesia Kategori Pelajar SMA se-Jawa Tengah juga sebuah ruang untuk mempertemukan karya-karya terbaik pelajar. Pemenang kompetisi ini berhak mendapatkan Gayaman Award.
Juri Gayaman Award:
a. Veronika Kusumaryati
Lahir di Yogyakarta pada 17 Mei 1980. Vero lulus dari Departemen Film, Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dengan konsentrasi Kajian Media. Bersama Puput Kuspudjiati dan Nayla Majestya, Vero mendirikan dan mengelola Klub Kajian Film IKJ, sebuah forum terbuka bagi kajian-kajian kritis sinema. Selain itu, Vero bekerja sebagai programer/kurator, di antaranya untuk Festival Film Eropa di Indonesia (2007-2010), V Women Film Festival (2009), à court special di CCF Jakarta bersama Dimas Jayasrana (2007-2010), dan beberapa pameran video. Vero juga aktif melakukan residensi dan presentasi di Paris (2008), Korea Selatan (2009), Havana (2009), New York (2009-2010, atas bantuan Asian Cultural Council), Ho Chi Minh (2010), dan London (2010). Kini ia bekerja sebagai penulis film di detikhot (sejak 2010).
b. Arfan Adhi Perdana 
Lahir di Pontianak pada 17 September 1977. Arfan adalah salah satu pendiri Kine Klub Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tahun 1999. Pada 2001 memprogram ”Kembali Ke Sinema Indonesia” dengan menghadirkan film Beth (Aria Kusumadewa), Tragedy (Rudi Soedjarwo) dan Eliana, Eliana (Riri Riza). Arfan menangani distribusi film Betina (Lola Amaria) pada kurun 2006-2007. Arfan terlibat dalam film Identitas (Aria Kusumadewa) yang rilis pada Agustus 2009. Ia juga salah satu kurator Malang Film-Video Festival 2010. Saat ini sedang melakukan riset untuk film dokumenternya yang berjudul Tribun Timur dan bekerja sebagai Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang.
c. Ajish Dibyo
Lahir di Yogyakarta pada 22 Mei 1983. Ajish adalah Direktur Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF). Ia juga memproduksi film dengan beberapa rumah produksi maupun melalui Harimau Films, sebuah rumah produksi di Yogyakarta yang ia kelola. Film terbaru di mana Ajish terlibat sebagai produser, adalah film fiksi pendek berjudul Marni. Saat ini, ia tengah mengambil Program Pascasarjana pada Kajian Budaya dan Media di Universitas Gadjah Mada (UGM).

II. NON KOMPETISI
A. Tamasya Layar Tancap 
Jumat, 6 Mei 2011 l 19.00 – 22.00 WIB l Solo
Usaha mendekatkan film dan festival ini dengan publik juga kami lakukan dengan Program Tamasya Layar Tancap di 26 titik di wilayah Kota Solo. Layar tancap yang akan memutar film-film fiksi-pendek Indonesia ini, digelar di kampung-kampung dan ruang publik di tengah kota. Program ini juga didukung oleh komunitas-komunitas film di kota lain, untuk menggelar layar tancap di kota masing-masing pada Bulan Mei, sehingga layak apabila nantinya kita menyebut Bulan Mei sebagai Bulan Layar Tancap.

B. Cerdas-Cermat Komunitas Film
Kamis – Sabtu, 5 – 7 Mei 2011 l 15.00 – 17.00 WIB l GKS 
Komunitas-komunitas film dari berbagai kota juga akan kami undang dalam temu komunitas yang kami kemas lewat Cerdas-Cermat Komunitas Film. Program ini lebih mengedepankan pertukaran data dan informasi komunitas-komunitas film yang ada. Pertanyaan-pertanyaan dalam cerdas-cermat akan diambil dari data yang dikirimkan oleh masing-masing komunitas. Cerdas-Cermat Komunitas Film akan dilaksanakan secara akrab dan santai di pelataran Gedung Kesenian Solo. Pemenang berhak atas Piala Bergilir Festival Film Solo.

C. Diskusi Ruang Publik dan Kesenian di Solo
Jumat, 6 Mei 2011 l 15.00 – 17.00 WIB l Omah Sinten
Program diskusi “Ruang Publik dan Kesenian di Solo” kiranya mampu pula untuk memacu kemajuan kesenian yang semakin kehilangan ruang. Diskusi ini menjadi semacam pemetaan awal terhadap kondisi dunia berkesenian di Solo.

VENUE

Gedung Kesenian Solo yang kini berfungsi sebagai salah satu ruang publik untuk berkesenian di Kota Solo - Jawa Tengah memiliki sejarah yang panjang. Ia bermula sebagai tempat untuk memutar layar tancap pada malam hari di tengah Taman Hiburan Rakyat Sriwedari, yang dulu dikenal sebagai Bonrojo.

Beoscope Sriwedari - begitu ia dikenal - lantas diubah menjadi Solo Theatre sejak Orde Baru berkuasa. Bioskop ini memiliki empat studio sampai dengan 1 Mei 2005 tatkala resmi gulung tikar. Gedung yang letaknya bersebelahan dengan bekas Gedung Srimulat ini pun mangkrak tak terurus selama kurang-lebih lima tahun.

Pada 7 Mei 2010 beberapa orang muda memberanikan diri untuk memanfaatkan gedung ini sebagai ruang publik untuk berkesenian secara bebas. Tak hanya film yang diakomodir, melainkan juga musik, seni rupa, lukis, sastra dan fotografi. Berbagai komunitas seni yang berbasis orang-orang muda Kota Solo itu seolah menemukan rumah mereka di Gedung Kesenian Solo (GKS).

Bermodal LCD proyektor, kipas angin, dan karpet yang kesemuanya adalah pinjaman dan tak sedikit fasilitas lainnya adalah sumbangan dari warga Solo yang peduli, GKS hingga kini mengadakan program bulanan secara mandiri dan tidak berada dalam naungan pemerintah.

Festival Film Solo akan dilangsungkan di gedung bersejarah ini, sebagai satu usaha untuk turut memperkuat kemajuan perfilman Indonesia.

Oke, mungkin saya harus cepat2 mengakhiri intermezo kali ini, daripada harus menjadi sapi holaholo waktu ujian nanti. CU.

1 commentfootprint:

dimasraf mengatakan...

astaga sayang......

 

A Walk to Remember Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template