Rabu, 08 Februari 2012

Aku dan Tanah

Kami berjejalan beriringan menyesaki bumi. Aku vertikal, dia horisontal.
Kusapa dia tiap pagi bahkan sebelum embun sempat mencicipi tebalnya selimut kabut.
Kucungkili parasit yang membentang bak permadani hijau.
Kusibak warna cokelatnya yang molek memikat akar untuk memeluknya, menggerayangi setiap partikelnya. Memperkosa setiap senyawa kimianya tanpa dia bisa melawan. Menghisap untuk menopang hidup daun dan batang diatasnya. Dia tetap diam tak berdaya, seolah-olah memang begitulah nasibnya.
Kuambil sejumput tuk kucium, baunya membuat rongga dadaku menggelegak.
Merasa kita terlahir bersama, dari zat yang sama, tercipta oleh DZAT yang sama pula, kami satu jiwa.
“Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah.” (Shad : 71)"
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al Mukminun : 12-14)

Ada sesuatu yang menggeliat, membuatku sedikit berjengit, makhluk tanpa kaki ini setia membuatnya subur. Aku malu pada cacing ini, makhluk tak berkaki saja tau bagaimana menghargai ibu pertiwi.
Kurebahkan sedikit tubuhku, berusaha menyatu tanpa sungkan tanpa malu.
Aku sedang memeluk ibuku yang lain, she is my mother earth.
Karena bumi ini yg menumbuhkan & menjaga makanan-makanan kita. Melindungi seperti ibu.
Lantas dimana letak telapak kaki ibu pertiwi? Bagiku di antara ruang kosong jemarinya ada surga bagi para penikmat oksigen gratis. Hanya saja mereka tak mensyukurinya. Ah, ekspatriat pengkhianat !
Ah, jika saja manusia sadar bahwa tanah yang ia pijak adalah rahim tempat ia berlindung. Bumi sedang mengandung kita. Menumbuhkan makanan lewat plasenta-plasenta yang berlentisel dan berklorofil.
Kupejamkan mata, berusaha merasakan denyut jantung dari ibu pertiwi yang sedang hamil ini.
Aku lahir dan kan mati berkalang tanah. Tanah ibu pertiwi.

1 commentfootprint:

A Walk to Remember mengatakan...

terinspirasi dari ndengerin indonesia pusaka
tersentil dari twit temen yang bilang berlebihan gara2 aku ngetwit merinding ndengerin indonesia pusaka, apa salahnya?
apa nasionalisme sekarang hal yang memalukan? miris

 

A Walk to Remember Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template