Selasa, 18 Juni 2013

Deru dalam Debu

Tidak baik ternyata, menyimpan memori yang sudah kadaluarsa. Hanya kadaluarsa sendiri merujuk ketika sesuatu barang tidak baik dikonsumsi pada masa tenggangnya. Seperti memori dimana objek yang otak konsumsi sudah tidak berada pada ambang nyata. Lama-lama hanya halusinasi dan sebuah khayalan "seandainya, jika ,,," atau "seandainya waktu berputar kembali, aku akan ,,," atau juga "seandainya kamu ada disini,,,"

Seharusnya hari ini, magelang masi menjadi tempat yang nyaman untuk singgah. Tapi entah sejak beberapa hari lalu, ketika kamu tiba-tiba datang, tepat di hari ulang tahunku. Sebelumnya, aku merasa baik-baik saja. Aku bisa melaluinya. Entah, aku tak bisa untuk berkata tidak di hadapanmu. Sewaktu mata berpaut segalanya berubah menjadi baik-baik saja. Rasa sakit hati, kecewa, amarah, menjadi hanya deru dalam debu. Kemudian hempas tak bersisa. Yang ada hanya dentingan kata a-k-u-r-i-n-d-u-p-a-d-a-m-u.

Aku merasa magelang tak aman. Tak aman untuk hatiku beberapa hari ini. Mengingatmu akan meninggalkan kota ini, selalu saja ada sesak yang menghujam kemudian kebas air mata. Entah, aku tak mengerti. Aku belum pernah merasakan seikatan batin ini pada seseorang. Seseorang asing, yang dulu bahkan aku tak pernah menyangka bisa mengenalmu. Skenario Tuhan memang luar biasa.

Kadang meghindar memang jalan alternatif yang terbaik. Bukan tidak menghadapi kenyataan, hanya saja meredam ego untuk tak selalu berkata "aku baik-baik saja". Hari ini aku pergi ke Solo. Tak seperti biasanya aku tak bernafsu mengejar angin. Biarlah angin yang mengurai benakku, tak perlu aku memaksakan diri.
Pernah berpikir tidak berapa juta kata-kata orang yang bisa dituliskan ketika mereka berada di jalan? Mungkin jika ada gelembung udara yang mewakili mulut tuk bicara, awan sudah terpolusi kata. Ada banyak kata yang terpikirkan daripada terucap ketika kita berada di jalanan. Mengendarai.
Seperti aku. Tak henti-hentinya aku merapalkan ayat kursi. Setidaknya itu senjata terakhirku untuk tidak terus-terusan memikirkanmu.
Selalu.
Rasanya begitu gamang. Begitu mamang.
Sampai aku singgah di sebuah masjid. Masjid bercat hijau yang beberapa kali kusinggahi, jika dalam perjalanan solo-magelang. Letaknya sekitar 1jam.an dari pusat kota Solo.
Kutunaikan 4rakaat dhuha. Aku jadi teringat. Setiap kulakukan sunah, aku seperti makan lauk pauk. Teringat kata ibukku "Ibarat makanan, sholat lima waktu adalah makanan pokok seperti nasi, dan sunahnya adalah lauk pauk, jika sholat lima waktu saja tak kau tunaikan, berati jiwamu kelaparan. Jiwa kelaparan itu penuh maksiat. Dan jika hanya kau tunaikan sholat lima waktu, berati sama saja kau hanya makan nasi tanpa lauk. Garing. Hambar. Ora enak. "
Tersadar karena tak selalu bisa qiyamulail, sunah yang bisa kulakukan saat ini hanya melalui waktu matahari setinggi tonggak.
Menjamahi rumahMu sendirian, seperti aku berada dalam lapangan berkilo-kilo meter lebarnya dan aku hanya titik di tengahnya. Sendiri. Sepi. Sungguh. Rasanya kebas air mata. Kuucapkan mohon ampun terus-menerus. Teringat orang-orang yang kusayangi satu-per satu. Apa yang bisa kuberikan terbaik untuk mereka.
Aku mencintai mereka. Setulus daun yang jatuh ke tanah tanpa bertanya kenapa angin memisahkan dari rantingnya.
Aku punya teman, Lerry namanya. Setulus aku menyayangi tanpa mulutku beresonansi di hadapannya. Dari laku.ku sudah terlihat. Kemana pun ia pergi aku antar, dari mana saja dia tiba aku jemput, sampai selalu bertanya apakah dia sudah makan atau belum. Tak pernah tega aku membiarkannya. Bukan, bukan berarti aku disorientasi gender. Hanya saja, ketika aku sudah menyayangi seseorang, aku berusaha loyal.

Seperti loyal kepadamu. Sejatuhnya berkali-kali, selalu saja ada hal yang membuatku kembali. Sebenarnya ketika kita merasa "homy" pada seseorang, orang tersebut layak diperjuangkan. Dimanapun kita berada, kita merasa seperti "pulang ke rumah" kalau deket-deket dia. Nah. Pernah ngerasain? Itu yang aku rasain. Kamu begitu jugakah? Atau kamu merasa kita hanya tetanggaan? Hahaha

Bulan depan, kamu sudah lulus. Tak ada alasan lain untuk tinggal lebih lama di Magelang. Tetapi sudah dari sekarang rasanya aku kehilangan. Magelang kehilangan. Iya, benar, disini rasanya ada yang tercerabuti satu-per-satu.
Bakalan tak ada alasan lagi ketika aku lewat gerbang ksatrian itu berkata "kamu sedang apa di dalam? sudah makan belum? tidurnya nyenyak gak? capek ya kegiatan seharian?" entah, itu seperti pertanyaan retoris yang selalu aku rapalkan dalam hati melihatmu dari luar tembok kstarian.

Ah, aku rindu kamu yang dulu. Masih samakah kamu?

"Hai selamat bertemu lagi
Aku sudah lama menghindarimu
Sialku lah kau ada di sini
Sungguh tak mudah bagiku
Rasanya tak ingin bernafas lagi
Tegak berdiri di depanmu kini
Sakitnya menusuki jantung ini
Melawan cinta yang ada di hati
Dan upayaku tahu diri tak selamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi
Bye selamat berpisah lagi
Meski masih ingin memandangimu
Lebih baik kau tiada di sini
Sungguh tak mudah bagiku
Menghentikan segala khayalan gila
Jika kau ada dan ku cuma bisa
Meradang menjadi yang di sisimu
Membenci nasibku yang tak berubah
Dan upayaku tahu diri tak selamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah lagi
Berkali-kali kau berkata kau cinta tapi tak bisa
Berkali-kali ku telah berjanji menyerah
Dan upaya ku tahu diri tak selamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bisa bersama
Pergilah, menghilang sajalah
Pergilah, menghilang sajalah lagi"

Hatiku menderu dalam debu.

1 commentfootprint:

Anonim mengatakan...

Aulia Fauziyah, kowe soswit banget kokan :'))
Maaf ya baru baca ini sekarang, ini juga gara2 ditunjukin lita :")
hehehe tapi ini yg ngomen aku kok >> Lerry Noviatama.
Terima kasih telah menjadi seseorang yang selalu menanyakan keadaanku.
Kamu memang ciptaan terindah, dan aku tidak bisa mendustainya. Alapyu!

 

A Walk to Remember Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template