Kamis, 10 November 2011

Karena, Tuhan sayang kamu..


Hujan. Merangsang otak untuk meresonansi masa lalu. Menguak sebuah dilatasi memori yang kadang sudah terkubur atau memang sengaja dikubur tuk tak muncul ke permukaan.
Bau tanahnya, menggeliat masuk lewat lubang hidung, dan lolos lewat serabut-serabut lubang hidung yang tak sampai hati memerangkapnya.
Ah, dia sudah sampai ke otak. 
Biarlah kunikmati rasa sendu ini, melegakan sang hujan yang sudah sukarela mampir membasahi pertiwiku yang mulai menua. Bumi sedang sakit.
Tak kau lihat, bumi menjadi ababil selayaknya remaja abege yang mencari jati diri. Kadang panas menyengat, kadang hujan tiba-tiba. Napasnya tersengal karena asap knalpot yang menyesaki, tanahnya tak lagi perawan oleh pupuk pabrik dan zat chemist lainnya.
Aku menerawang, membuang tatapan ke arah langit yang mulai merengek, ingin memuntahkan segala material cairnya atas dukanya yang mendalam kepada bumi.
***
Berdua, di sore itu, aku dan salah seorang temanku, mencari pengganjal perut, yang memberontak sejak siang tadi tak dimasukin apa-apa. Ah, sayangnya, memang kami terlalu sore yang kepagi-pagian alias tempat makan yang kami tuju belum menampakan dapur yang mengepul, tapi karena sudah terlanjur ya sudahlah, menunggu tak terlalu buruk mungkin. Mbk kosku yang satu ini orangnya gokil setengah hidup, namanya mbk devi, gak ada dia kos.an berasa hampa. Hahahaha
Sekelumit cerita sore itu yang membuat sedikit gerimis di pelupuk mataku seperti cuaca sore itu. Mungkin aku tak begitu mengerti bagaimana keadaan yang sesungguhnya terjadi. Tetapi melihat mimik, intonasi, matanya yang menerawang jauh ketika bercerita, agak sedikit tergambar jelas bagaimana rasa sakitnya sesuatu yang sudah dikuburnya dalam-dalam tiba-tiba terbuka seperti kotak kejutan, yang didalamnya muncul kepala badut yang dikasi peer itu. Ngagetin+nyeremin gimanaa gitu.
Kisahnya dimulai ketika masa pubertas sedang meratui dirinya. Mecintai seseorang yang tak ia duga akan menjadi sebuah gunung es di masa depan. Mencintai seseorang yang terpaut umur agak jauh mungkin suatu hal yang tabu di kalanganya waktu itu. Tapi begitulah adanya. Tak ada yang tak berproses. Cukup lama sebuah perjuangan yang harus ditempuh, cukup lama pula rasa itu kian mengendap dan menumbuhkan ekspetasi-ekspetasi yang ingin ia capai dengan "orang di masa lalu itu". Tapi seperti dihantam palu godam, ekspetasi yang ia bangun dari sekecil biji zarrah dan dipupukinya itu luruh terbawa gelombang laut yang bak menghempas istana pasir, mengilangkan jejak bahkan puing pasir pun tak bersisa. Tersemukan oleh bulir-bulir pasir lainnya. Nampak rata. Luarnya. Dalemnya? Hancurr berkeping-keping. Bayangkan, orang itu menghapus jejaknya sendiri yang ia tapaki bersama dengan temanku itu. Berpindah menjajari tapak lainnya dan menggamit tangan lain untuk mengarungi bahtera rumah tangga. Siapa yang tak sakit? Siapa yang berproses terlebih dahulu? Kenapa orang lain yang harus dipetikkan buah khuldi, bukan untuk temanku itu? Hujatan, makian, rasa kesal yang menggunung tak mampu menjawab semua tanya di benaknya, apa salahnya, ditinggal pergi begitu saja ketika zarrah itu mulai berkembang dan kemudian mati sebelum waktunya. Tuhan seperti begitu tak memihak.
Aku termenung, mendengar ceritanya disini. Bukan, bukan Tuhan tak memihak, Tuhan itu Al-Adlu ~Yang Maha Adil~ . Merunut surat cinta Tuhan yang sering aku baca dini hari, Dia tidak akan memberikan cobaan melebihi kapasitas kemampuan hambaNya, aku yakin sosok seorang Devi ini mempunyai kapasitas kemampuan yang orang lain tak pernah kira. Dia perempuan tangguh. Berkali-kali terjatuh, dan berkali-kali pula ia mampu berdiri lagi.
Kau tahu mbk, ketika seseorang tak layak berada di sampingmu, Tuhan membiarkannya pergi dari sisimu, menggantinya dengan seseorang yang lebih baik darinya. Karena Tuhan itu sayang kamu. :')

0 commentfootprint:

 

A Walk to Remember Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template